Berpilin Bagai Kelindan

Berpilin Bagai Kelindan

“Berpilin bagai Kelindan” mengajak kita membaca kedalaman pengalaman seorang seniman perempuan dalam proses kreasi. Pada konteks Yawara, ia ingin merangkum luasan pengalaman masa kecil, kesadarannya akan kerusakan lingkungan sekaligus kekagumannya terhadap alam, serta lapisan pengalamannya sebagai Ibu.
Pengalaman-pengalaman ini terjalin berkelindan dalam setiap helai kain perca yang Yawara pilih dan rangkai, yang mana kelindannya akan dibagi dalam tiga bagian; Kelindan Ingatan, Kelindan Ekologi, serta Kelindan Kordial.
Kelindan Ingatan membawa kita pada masa lalu, dimana berkarya adalah mode pembebasan. Yawara merasa tertarik pada spontanitas dan kebebasan pada gambar anak, dan hal ini membuatnya ingin mengunjungi kembali ingatan masa kecilnya, dengan melakukan apropriasi gambar anak sebagai gerbang masuk dunia masa kecilnya sendiri. Kelindan Ekologi menyentuh dimensi yang lebih luas, yaitu isu lingkungan yang ia yakini semakin mengkhawatirkan. Melalui materi kain percanya, Yawara memberi kita kesempatan untuk merenungkan bagaimana material yang tampak sederhana dapat menjadi representasi dari sesuatu yang lebih besar- kerusakan alam, perubahan lanskap, dan mengingatkan kita akan koneksi yang perlahan hilang antara manusia dan alam, mengajak kita untuk kembali merenung sebelum semuanya benar-benar menghilang. Kelindan Kordial menunjukan dimensi sosial dalam karya Yawara, Kelindan ini mencerminkan langkah-langkah pada proses kreatif Yawara yang melibatkan ibu-ibu penjahit sekitar kota Malang yang berperan sebagai ‘penyumbang’ kain perca. Pada proses pengumpulan bahan ini, tercipta hubungan sosial baru dengan para ibu penjahit di sekitarnya. Ragam corak dalam karya Yawara beragam dari perca batik korpri, seragam sekolah negeri, corak jilbab ibu pengajian, dan banyak lagi- melalui ragam corak ini, ia memantik sebuah rasa familiar dan intimasi tersendiri melalui corak-corak ini, terutama bagi masyarakat kelas menengah perkotaan, begitu akrab sekaligus asing. “Berpilin bagai Kelindan” bukan sekedar pameran yang menampilkan karya seni. Ia adalah ruang yang memungkinkan kita untuk merenungkan berbagai isu yang berkelindan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memanfaatkan perca-perca kain sebagai medium, Yawara berhasil menguraikan kompleksitas tersebut, mengajak kita untuk merenungkan kembali hubungan dengan masa lalu, alam, dan satu sama lain dan bahwa tidak ada satupun elemen dalam kehidupan ini yang berdiri sendiri. Seperti perca kain yang ia pilin menjadi kelindan, segala sesuatu yang terhubung, berlapis, dan berkelindan dalam kesatuan yang utuh, membentuk narasi yang tak terpisahkan dari perjalanan hidup kita. Sebuah perjalanan menemukan, mengurai tanpa harus berlepasan.